Kretek memang nikmat dikonsumsi karena kandungan aroma cengkeh. Namun kenikmatan kretek juga memanen pundi-pundi cukai. Kepentingan untuk langsung memanen cukai dari setiap batang rokok disuarakan oleh pemerintah kota/kabupaten Kediri, Surabaya, Malang, Pasuruan dan Kudus dalam meminta bagi hasil pembayaran cukai rokok sebesar 10 persen. Namun usulan mereka kandas di tangan pemerintah pusat.
Dirjen Bea Cukai menegaskan, cukai merupakan pajak negara yang langsung dipungut pemerintah pusat. Demikian pula PPn dan PPh yang dipungut dan masuk dalam kas negara. Sehingga pengalokasiannya dilakukan melalui mekanisme APBN.
Dengan demikian, tidak hanya pemerintah pusat dan DPR-RI saja yang berkepentingan dengan pemasukan dari cukai rokok, namun juga para pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Kepentingan itu juga mendorong pemerintah terus meningkatkan penerimaan dari tarif cukai rokok. Lembaga Demografi FE-UI menganjurkan kepada pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok sampai batas maksimum, yakni sebesar 57 persen dari harga jual eceran.
Dengan pemasukan dari cukai, maka pemerintah pusat mengalokasikan sebagian pemasukan ini sebagai DBH.
Namun, dua pemerintah di tingkat lokal – Kabupaten dan Kota Kediri – berencana meminta data ke PT Gudang Garam Tbk terkait kebingungan kedua pemerinah daerah ini membagi persentase kucuran cukai rokok. Rencana ini dilakukan menyusul kabar bahwa keduanya bakal mendapat kucuran dana bagi hasil (DBH) cukai sebanyak Rp 288,5 miliar setelah disahkannya undang-undang pengganti UU No. 11/1995 tentang Pembagian Hasil Cukai Rokok untuk Daerah.
Pemkab Kediri meminta data terbaru kepada perusahaan rokok kretek itu terkait luas pabrik dan jumlah pekerja yang berasal dari kabupatennya. Tidak mau ketinggalan, Pemkot Kediri juga melakukan hal yang sama.
Pemkab Kudus menyambut UU No. 39/2007 tentang Cukai itu dengan gembira. Karena dengan UU ini Kudus bakal memperoleh DBH cukai rokok sebesar 2 persen. Tahun 2007, dengan target penerimaan Negara dari cukai sebesar Rp 42,03 triliun, maka DBH untuk daerah penghasil cukai rokok berkisar Rp 800 miliar.
Ada 8 daerah yang selama ini dikenal sebagai penghasil cukai rokok, yaitu Kudus, Semarang, Surakarta, Malang, Kediri, Tulungagung, dan Surabaya. Cara pembagiannya, 40 persen dari pembagian itu jatuh ke delapan daerah produsen, 30 persennya ke provinsi dan 30 persen sisanya ke daerah bukan penghasil rokok.
Perintah UU Cukai itu direalisasikan oleh pemerintah melalui Menteri Keuangan. Tahun 2012, dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.07/2012 tentang Alokasi Definitif Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, dengan alokasi sebesar Rp 1,69 triliun yang berlaku sejak 11 Desember 2012. Sedangkan alokasi definitif dana ini untuk provinsi dan kabupaten/kota diatur oleh gubernur dan kepala daerah yang bersangkutan.
Alokasi pembagian dana cukai ini ditetapkan per provinsi menggunakan variabel dengan masing-masing bobot, yaitu penerimaan cukai hasil tembakau 2 tahun sebelumnya dengan bobot sebesar 57,5%. Kemudian, rata-rata produksi tembakau kering selama 3 tahun sebelumnya dengan bobot sebesar 37,5%.
Pembinaan lingkungan sosial (diukur dengan angka indeks pembangunan manusia) 2 tahun sebelumnya dengan bobot sebesar 3 persen.
Pemerintah memang menargetkan penerimaan cukai dari daerah-daerah penghasil rokok, terutama daerah seperti Kudus, Semarang, Surakarta, Surabaya, Malang, Kediri, dan Tulungagung. Sumbangan cukai rokok bagi pendapatan negara sekitar Rp 80 triliun. Jawa Timur adalah penyumbang terbesar, yakni Rp 60 triliun. Tahun sebelumnya setoran cukainya Rp 57 triliun.
Daerah Kudus juga salah satu penyumbang cukai rokok terbesar. Tahun 2009, KPPBC Tipe Madya Cukai menargetkan penerimaan cukai dari Kudus sebesar Rp13,8 triliun, namun realisasinya mencapai Rp 15,2 triliun, melampaui 10,12 persen dari target. Kudus menyumbangkan cukai sebesar Rp 16,8 triliun, sedangkan tahun 2011 ditargetkan sebesar Rp 15,16 triliun.
Bahkan salah satu perusahaan rokok yang berbasis di Surabaya – HM Sampoerna yang diakuisisi Philips Morris Indonesia – menyetorkan cukai kepada pemerintah sebesar Rp 19,7 triliun atau setara 1,7 persen pendapatan negara.
Hal ini pula yang mendorong Gappri menantang pemerintah, dengan menyatakan, bila 10 tahun hasil pendapatan yang dipetik dari cukai rokok kretekitu ditabung, maka industri kretek bisa membayar utang negara.
Sesudah pemerintah pusat memungut cukai produk tembakau dari berbagai perusahaan, maka pemerintah provinsi mendapat kucuran DBH cukai hasil tembakau (CHT) yang dialokasi untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Tahun 2010, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 115/PMK.07/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.07/2010 tentang Alokasi Sementara Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Tahun Anggaran 2010. Dengan PMK ini, maka 19 provinsi mendapat bagian DBH CHT.
Total dikucurkan dana sebanyak Rp 1.118.499.999.975. Provinsi Jawa Timur menerima alokasi terbesar, yakni lebih dari Rp 613 miliar. Berikutnya disusul Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Barat. Setiap pemerintah provinsi mengecap dana ini paling banyak. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota seperti Kudus, Kota Kediri dan Kab Kediri, serta Pasuruan adalah empat besar pengecap DBH CHT.
Alokasi DBH-CHT 2010 yang besarnya lebih dari Rp 1,118 triliun merupakan persentase sebesar 2 persen dari penerimaan CHT sebagaimana dimaksud dalam UU No. 47/2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010.
Tahun 2011, meningkat lagi alokasinya menjadi Rp 1,201 triliun untuk 20 provinsi seiring peningkatan penerimaan negara dari cukai. Tahun 2012, sebagimana PMK No. 197/PMK.07/2012, jumlah alokasi yang direalisasikan sebesar Rp 1,69 triliun, melampaui target Rp 1,44 triliun.
Dalam alokasi yang ditargetkan, Jawa Timur merupakan provinsi yang paling banyak menerima kucuran DBH CHT, yakni sebesar Rp 698.035.490.445. Penerima kedua terbesar dikecap Jawa Tengah sebanyak 364.242.511.314, serta diikuti Nusa Tenggara Barat sebesar Rp 159.841.094.981, dan Jawa Barat sebanyak Rp 137.064.461.313.
sumber; http://membunuhindonesia.net/2016/03/10-tahun-pendapatan-cukai-rokok-bisa-membayar-utang-negara/
0 komentar:
Post a Comment