Pembahasan tentang rokok memang selalu menarik. Sayangnya, bila diamati pembahasanya selalu parsial dan nisbi, tidak syumul, konperhensip dan menyeluruh. Sehingga rokok dianggap “syetan kematian” bagi yang kontra dan “malaikat kebaikan” bagi yang pro. Padahal bicara rokok itu tidak hanya tentang kesehatan. Mengambing hitamkan rokok sebagai pusat dari segala sebab penyakit, menyebabkan seseorang lupa sebab-sebab lain yang lebih fatal, gawatnya lagi lupa terhadap “Sang Hakiki pemberi sakit” yang tidak harus lewat sebab yakni Alloh SWT.
Disamping sisi kesehatan, menyoal rokok ada aspek lain yang perlu jadi pertimbangan, yaitu aspek ekonomi, yakni jutaan petani dan tenaga kerja pabrik. Ada aspek sosial sgama, yakni dampak yang berkaitan dengan tanggung jawab, etika, norma dan hubungan dengan Sang Pencipta. Disini kita kesampingkan dulu pro dan kontra statemen tentang rokok. Sudah puluhan bahkan ratusan yang kita mafhum. Kita kantongi saja sebagai bahan pertimbangan.
Misal peringatan bahaya tentang rokokyang menempel dibungkus rokok dan spanduk-spanduk, termasuk yang lumayan baru dan mantab “ROKOK MEMBUNUHMU !! “
Ada juga kajian seorang dokter ahli bahwa “Merokok itu melemahkan paru-paru, namun menguatkan denyut jantung. Ngopi itu menguatkan paru-paru, namun satu sisi melemahkan jantung. Jadi jangan heran 99 % perokok adalah penikmat kopi. Sebab secara alami ada kenyamanan yang dirasakan akibat keseimbangan. Usia perokok dan peminum kopi aktif rata2-rata panjang. Bila mereka terkena penyakit paru atau jantung, itu faktor diluar rokok. Observasi membuktikan mayoritas penderita sesak nafas dan jantung bukanlah perokok”, kata dokter ahli itu. Kita dengar juga fakta dari beberapa perokok, merk rokok tertentu bisa menyembuhkan batuk dan seterusnya.
Lalu bagaimana fiqh menjawab tentang hukum rokok?
Karena dalam menjawab setiap permasalahan, fiqh selalu mempertimbangkan segala aspek, tentu fiqh berada di tengah, berusaha obyektif. Sebab fiqh diposisikan sebagai “hakim langit” syariat dari Allah SWT. Tanggung jawabnya dunia akhirat.
Dengan demikian, Fiqh merinci hukum Merokok sebagai berikut:
A. HARAM jika ada hal- hal sebagai berikut:
– Madlorot terhadap kesehatan badan.
– Berakibat tidak terpenuhinya kebutuhan primer keluarga mulai makan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan.
– Melalaikan ibadah.
B. BOLEH
-Jika hal-hal yang ada di Sub A tidak terjadi.
– Dengan merokok tidak ada efek positif dan peningkatan kebaikan.
C. DIANJURKAN(SUNAH)
– Jika hal-hal di Sub A bisa di nafikan.
– Dengan merokok ada efek positif dan peningkatan kebaikan. Seperti peningkatan semangat kerja, berkarya dan beribadah kepada Allah SWT.
D. WAJIB
Sebagai terapi pengobatan, dan menurut ahlinya merokok satu-satunya media untuk penyembuhan.
WaLlahu A’lam bi al-Shawab.
Sumber : Zahro Wardi, PP Darussalam Sumberingin, Karangan, Trenggalek. Referensi Kitab Fiqh Bab Syurb al-Dukhon
Artikel ini di Ambil dari http://www.sarkub.com/fiqih-sosial-tentang-rokok/
0 komentar:
Post a Comment